Materi 5
PDB,Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
5.1.Produk Domestik Bruto
Definisi Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic
Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan
yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas
perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume
produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis.
Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya
mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber
daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu
tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke
waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan
jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir.
Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang
dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah
double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih
dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga Rp
6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,-. Jika GDP menghitung kedua transaksi
tersebut , Rp 6.000,- dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai
Rp 15.000,- (lebih besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung
nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang
diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena
barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi. (2000:146-147).
Tipe-tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
1) GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu
nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai
menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
2) GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut
harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk
menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka GDP
merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke
tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu
kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP
hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau
merosot.
Perhitungan GDP
Menurut McEachern (2000:147) ada dua macam
pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu:
1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh
pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama
satu tahun.
2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh
pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi
output tersebut.
GDP berdasarkan Pendekatan Pengeluaran.
Menurut McEachern (2000:149) untuk memahami
pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat
komponen, konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto. Kita
akan membahasnya satu per satu.
1. Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran
konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga
selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara,
dsb.
2. Investasi, atau secara lebih spesifik investasi
domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan
untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli
perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
3. Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik
konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat
pemerintahan pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan
ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di
dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan
kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut
mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan
pembelian pemerintah.
4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan
jasa suatu negara dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut.
Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.
Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat
negara sama dengan penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah,
G, dan ekspor netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M,
atau (X-M).
Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan
pengeluaran agregat, atau GDP:
C + I + G + (X-M) = Pengeluaran agregat = GDP
GDP berdasarkan Pendekatan Pendapatan.
Menurut McEachern (2000:151) pendapatan agregat sama
dengan penjumlahan semua pendaptan yang diterima pemilik sumber daya dalam
perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem
pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan
pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam
produksi output tersebut: yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi.
Jadi kita dapat mengatakan bahwa:
Pengeluaran agregat = GDP = Pendapatan agregat
Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa
perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu, misalnya, mulanya
sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai
kebutuhan mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan
dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan
nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara
menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap
perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan
jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain.
Nilai tambah dari tiap tahap mencerminkan pendapatan
atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah
pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan
nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan
pendekatan pendapatan.
Masalah dan
keterbatasan yang dialami dalam perhitungan PDB
1. Analisis Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas
tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah
penduduk (disebut PDB per kapita). Menurut PBB, sebuah negara dikatakan miskin
bila PDB per kapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00. Berdasarkan standar
ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia adalah negara miskin. Suatu
negara dikatakan makmur/kaya bila PDB perkapita lebih besar daripada US$ 800.
Namun, pendekatan ini tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan.
2. Kesejahteraan Sosial
Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai
adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan
jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara tingkat
PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per
kapita, tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Logikanya, jika PDB per
kapita makin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa
depan perekonomian makin membaik. Sehingga gizi, kesehatan, pendidikan,
kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan, kondisinya makin
meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB per kapita disertai perbaikan
distribusi pendapatan. Sayangnya pendekatan ini hanya menilai dari segi
materinya saja.
3. Produktivitas
Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antar
negara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
a) Jumlah dan komposisi penduduk
Bila jumlah penduduk makin besar, komposisi-nya
sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan
tinggi (> SLA), maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.
b) Jumlah dan struktur kesempatan
kerja
Jumlah kesempatan kerja yang makin besar
memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi.
Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas. Sekalipun
kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah kesempatan kerja sektor
pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor pertanian
umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika kesempatan kerja yang dominan
berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern (industri dan jasa), maka output
per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai tambah kedua sektor tersebut amat
tinggi.
c) Faktor – faktor non ekonomi
Yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara
lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan.
Jepang pantas menjadi negara yang produktif sebab selain jumlah penduduk yang
banyak, berpendidikan tinggi dan umumnya bekerja di sektor modern, mereka juga
memiliki etika kerja yang baik, menjujung tinggi kejujuran, dan penghargaan
terhadap senior.
4. Keterbatasan kegiatan ekonomi
yang tak tercatat (underground economy)
Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan
pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan
ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di
negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan
oleh karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum.
Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat
bius dan obat-obat terlarang lainnya.
Ć http://landkitty.blogspot.com/2012/12/pendapatan-nasional-dan-produk-domestik_6.html
Ć http://dyahkw.blogspot.com/2015/03/pertumbuhan-dan-perubahan-struktur.html
Ć http://panggilajabebz.blogspot.com/2015/03/tugas-softskill.html







Posting Komentar