BAB 1
1.KONSEP KOPERASI
Munkner dari University of Marburg, Jerma Barat membedakan konsep koperasi menjadi dua: konsep koperasi barat dan konsep koperasi sosialis . Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pada dasarnya, perkembangan konsep-konsep yang ada berasal dari negara-negara barat dan negara-negara berpak
1.1.Konsep Koperasi Barat
Konsep koperasi barat menyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Persamaan kepentingan tersebut bisa berasal dari perorangan atau kelompok. Kepentingan bersama suatu kelompok keluarga atau kelompok kerabat dapat diarahkan untuk membentuk atau masuk menjadi anggota koperasi.
Jika dinyatakan secara negatif, maka koperasi dalam pengertian tersebut dapat dikatakan sebagai "organisasi bagi egoisme kelompok". Namun demikian, unsur egoistik ini diimbangi dengan unsur positif sebagai berikut.
Dampak tidak langsung koperasi terhadap anggota hanya dapat dicapai, bila dampak langsungnya sudah diraih. Dampak koperasi secara tidak langsung adalah sebagai berikut.
1.2.Konsep Koperasi Sosialis
Konsep koperasi sosialis menyatakan bahwa koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah, dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional .
Sebagai alat pelaksana daari perencanaan yang ditetapkan secara sentral, maka koperasi merupakan bagian dari suatu tata administrasi yang menyeluruh, berfungsi sebagai badan yang turut menentukan kebijakan publik, serta merupakan badan pengawasan dan pendidikan. Peran penting lain koperasi ialah sebagai wahana untuk mewujudkan kepemilikan kolektif sarana produksi dan untuk mencapai tujuan sosial politik. Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.
1.3.Konsep Koperasi Negara Berkembang
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Munkner hanya membedakan koperasi berdasar konsep barat dan konsep sosialis. Sementara itu di dunia ketiga, walaupun masih mengacu kepada kedua konsep tersebut, namun koperasinya sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Campur tangan ini memang dapat dimaklumi karena apabila masyarakat-dengan kemampuan sumber daya manusia dan modalnya yang terbatas-dibiarkan dengan inisiatif sendiri untuk membentuk koperasi, maka koperasi tidak akan pernah tumbuh dan berkembang. Sehingga, pengembangan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia dengan top down approach pada awal pembangunanya dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan perkembangan pembangunan di negara tersebut. Dengan kata lain, penerapan pola top down harus diubah secara bertahap menjadi bottom up approach. Hal ini dimaksudkan agar rasa memiliki (sense of belonging) terhadap koperasi oleh anggota semakin tumbuh, sehingga para anggotanya akan secara sukarela berpartisipasi aktif. Apabila hal seperti tersebut dapat dikembangkan, maka koperasi yang benar-benar mengakar dari bawah akan tercipta, tumbuh, dan berkembang.
Adanya campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan koperasi di Indonesia membuatnya mirip dengan konsep sosialis. Perbedaannya adalah, tujuan koperasi dalam konsep sosialis adalah untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif, sedangkan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia, tujuannya adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
2.LATAR BELAKANG TIMBULNYA ALIRAN KOPERASI
Perbedaan aliran dalam koperasi berkaitan erat dengan faktor ideologi dan pandangan hidup (way of life) yang dianut oleh negara dan masyarakat yang bersangkutan. Secara garis besar, ideologi negara-negara di dunia ini dapat dikelompokkan menjadi 3.
Aliran Koperasi
Dengan mengacu pada keterkaitan ideologi dan sistem perekonomian di suatu negara, maka secara umum aliran koperasi yang dianut oleh berbagai negara di dunia dapat dikelompokkan berdasarkan peran gerakan koperasi dalam sistem perekonomian dan hubungannya dengan pemerintah. Paul Hubert Casselman membaginya menjadi 3 aliran.
Aliran ini pada umumnya dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut sistem perekonomian liberal. Menurut aliran ini, koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan, dan mengoreksi berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Walaupun demikian, aliran ini menyadari bahwa organisasi koperasi sebenarnya kurang berperan penting dalam masyarakat, khususnya dalam sistem dan struktur perekonomiannya.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat netral. Hal ini berarti, pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah memperlakukan koperasi dengan swasta secara seimbang dalam pengembangan usaha. Jadi, maju tidaknya koperasi tetap terletak di tangan anggota koperasi sendiri.
Pengaruh aliran ini cukup kuat, terutama di negara-negara barat dimana industri berkembang dengan pesat di bawah sistem kapitalisme, seperti Amerika Serikat, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda, dan lain-lain.
Aliran Sosialis
Lahirnya aliran ini tidak terlepas dari berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Karena itu, pada abad XIX, pertumbuhankoperasi di negara-negara barat sangat didukung oleh kaum sosialis. Menurut aliran ini, koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, di samping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
Akan tetapi dalam perkembangannya, kaum sosialis kurang berhasil memanfaatkan koperasi bagi kepentingan mereka. Kemudian, kaum sosialis yang diantaranya berkembang menjadi kaum komunis mengupayakan gerakan koperasi sebagai alat sistem komunis itu sendiri. Koperasi dijadikan sebagai alat pemerintahan dalam menjalankan program-programnya. Daalam hal ini, otonomi koperasi menjadi hilang. Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia.
Aliaran Persemakmuran
Aliran Persemakmurran (commonwealth) memandang koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan starategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat. Mereka yang menganut aliran ini berpendapat bahwa, untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi rakyat-terutama yang berskala kecil-akan lebih mudah dilakukan apabila melalui organisasi koperasi. Menurut aliran ini, organisasi ekonomi sistem kapitalis masih tetap dibiarkan berjalan, akan tetapi tidak menjadi sokuguru perekonomian. Koperasi untuk mencapai kemakmuran masyarakat yang adil dan merata di mana koperasi memegang peranan yang utama dalam struktur perekonomian masyarakat.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat "kemitraan (partnership)", dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
Dengan demikian, pemerintah harus terus berupaya untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dan pertumbuhan koperasi di tengah-tengah masyarakat. Kendati demikian, otonomi koperasi dalam aliran ini tetap dipertahankan.
3.SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI
Sejarah Lahirnya Koperasi
Koperasi modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di kota Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat revolusi industri. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini menimbulkan kesempatan kerja bagi anggota yang belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah.
Perkembangan koperasi di Rochdale sangat mempengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada tahun 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit. Pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS). Pada tahun 1945, CWS berhasil mempunyai lebih kurang 200 pabrik dengan 9.000 orang pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan-perwakilan di luar negeri seperti di New York, Kopenhagen, Hamburg, dan lain-lain.
Pada tahun 1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan, berupa surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News.
The women's Cooperative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan koperasi, di samping memperjuangkan hak-hak kaum wanita sebagai ibu rumah tangga, warga negara, dan sebagai konsumen. Beberapa tahun kemudian, koperasi memulai kegiatan di bidang pendidikan dengan menyediakan tempat membaca surat kabar dan perpustakaan. Perpustakaan koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di Inggris, sekaligus digunakan untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf. Kemudian Women Skill Guild Youth Organization membentuk sebuah pusat yaitu Cooperative Union. Pada tahun 1919, didirikanlah Cooperative College di Manchester yang merupakan lembaga pendidikan tinggi koperasi pertama.
Revolusi industri di Perancis juga mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu menghadapi serangan industri Inggris, Perancis berusaha mengganti mesin-mesin yang digunakan dengan mesin-mesin modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran. Kondisi inilah yang mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Perancis seperti Charles Fourier dan Louis Blanc.
Charles Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat dengan membentuk fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400 keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 3 mil yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bersama, dan dikelilingi oleh tanah pertanian seluas lebih kurang 150 hektar. Di dalamnya terdapat juga usaha-usaha kerajinan dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengurus perkampungan ini dipilih dari para anggotanya. Cita-cita Fourier tidak berhasil dilaksanakan karena pengaruh liberalisme yang sangat besar pada waktu itu.
Louis Blanc (1811-1880) dalam bukunya Organization Labour menyusun gagasannya lebih konkrit, dengan mangatakan bahwa persaingan merupakan sumber keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral, kejahatan, krisis industri, dan pertentangan nasional. Untuk menngatasinya, perlu didirikan social work-shop (etelier sociaux). Dalam perkumpulan ini, para produsen perorangan yang mempunyai usaha yang sama disatukan. Dengan demikian, perkumpulan ini mirip dengan koperasi produsen. Pada tahun 1884, kaum buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk melaksanakan gagasan Louis Blanc untuk mendirikan koperasi, tetapi koperasi ini kemudian bangkrut. Disamping negara-negara tersebut, koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori Ferdinan Lasalle, Friedrich W Raiffesen (1818-1888), dan Herman Schulze (1808-1883) di Denmark dan sebagainya.
Dalam perjalanan sejarah, koperasi tumbuh dan berkembang keseluruh dunia di samping badan usaha lainnya. Setengah abad setelah pendirian Koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi di berbagai negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk International Cooperative Alliance (ICA- Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.
Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia
Menurut Sukoco dalam bukunya "Seratus Tahun Koperasi di Indonesia" badan hukum koperasi pertama di Indonesia adalah sebuah koperasi di Leuwiliang, yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.Pada hari itu, Raden Ngabei Ariawiriaatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang, yang di kala itu merajalela. Bank Simpan-Pinjam tersebut, semacam Bank Tabungan jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, diberi nama "De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden". Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan Bank Simpan Pinjam para "priyayi" Purwokerto. Dalam bahasa Inggris (bagi generasi pasca bahasa Belanda) sama dengan 'the Purwokerto Mutual Loan and Savings Bank for Native Civil Servants". Para pegawai (punggawa atau ambtenaar) pemerintah kolonial Belanda biasa disebut "priyayi", sehingga banknya disebut sebagai "bank priyayi". "Gebrakan" Patih Wiriaatmadja ini mendapat dukungan penuh Asisten Residen Purwokerto E.Sieburg, atasan sang Patih. (sumber: Penjelasan darii Ir. Hadianto Martosubroto, M.Sc, Ketua Perkumpulan 'trah' Raden Ariawiriaatmadja, Jakarta, 1995).
Tidak lama kemudian, E.Sieburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode yang baru datang dari negeri Belanda, dan ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredit bagi petani melalui konsep koperasi Raiffesien. Koperasi tersebut adalah koperasi kredit pertanian yang dicetuskan Friedrich Wilhelm Raiffesien, Jerman, dan dipelajari de Wolf van Westerrode selama ia cuti di negeri itu. De Wolf van Westerrode memperluas lingkup dan jangkauan "De Poerwokerosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden" sampai ke desa-desa dan mancakup pula kredit pertanian, sehingga pada tahun 1896 berdirilah "De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouw Creditbank" atau Bank Simpan dan Kredit Pertanian Puwokerto. Dalam rangka pelaksanaan Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian tersebut dan sekaligus sebagai perwujudan gagasan membangun koperasi, maka didirikanlah Lumbung-Lumbung Desa di pedesaan Purwokerto. Lumbung desa adalah lembaga simpan-pinjam para petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natura (simpan padi, pinjam uang). Maklum, satu abad yang silam uang (tunai) teramat langka di pedesaaan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa Patih Wiriaatmadja telah mendirikan "De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden" alias "bank priyayi" pada tahun 1895. Kemudian pada tahun 1896, atas prakasa de Wolf van Westerrode berdirilah "De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwcredit Bank" beserta Lumbung-lumbung Desa"-nya. Namun, benarkah bank priyayi serta Lumbung-lumbung Desa merupakan perintis koperasi?
Perlu diingat bahwa Indonesia baru mengenal perundang-undangan koperasi pada tahun 1915, yaitu dengan diterbitkannya "Verordening op de Cooperative Vereninging", Kononklijk besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No.431. Peraturan tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang Koperasi Negeri Belanda menurut Staatsblad tahun 1876 No.277. Jadi, karena perundang-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895 badan hukum koperasi belum dikenal di Indonesia.
Pada tahun 1920,diadakan Cooperative Commissie yang diketuai oleh Dr. JH. Boeke sebagai Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugas untuk menyelidiki,apakah koperasi bermanfaat di Indonesia. Hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan September 1921, dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada tahun 1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan tentang Koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk menggiatkan pergerakan koperasi yang diatur menurut Peraturan Koperasi 1927, pada akhir tahun 1930 didirikanlah Jawatan Koperasi. Jawatan Koperasi waktu itu dipimpin oleh Prof. J.H. Boeke. sejak lahirnya, Jawatan Koperasi (1930-1934) masuk dalam lingkungan Departemen BB (Departemen Dalam Negeri). Kemudian pada tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke Departemen EZ. (Departemen Kehakiman).
Pada tanggal 12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi,serta menganjurkan diadakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Dalam proses perjuangan gerakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangan dan pendidikan bagi anggota koperasi. Di Jawa Barat, didirikan Bank Propinsi Jawa Barat yang dimaksudkan untuk mangadakan pemusatan usaha dalam jasa keuangan bagi gerakan kopearasi di Jawa Barat.
Pada tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.140 tentang Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sejak saat itu, langkah-langkah mempolitikan koperasi mulai tampak.
Pada tahun 1965, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.14 tahun 1965, di mana prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di Jakarta, yang merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksanaan UU. baru. Perlu diketahui bahwa, pada tahun yang sama pula terjadi pemberontakan Gerakan Tiga Puluh September yang digerakkan Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI), yang berpengaruh besar terhadap perkembangan koperasi.
Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tanggal 18 Desember 1967. Dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi. Keharusan menyesuaikan diri dengan UU tersebut mengakibatkan penurunan jumlah koperasi, dari sebesar 64.000 unit (45.000 di antaranya telah berbadan hukum) tinggal menjadi 15.000 unit. Selebihnya tidak dapat menyesuaikan diri. Pada tahun 1992, UU No.12 Tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU.No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Di samping UU.No.25 tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Pearaturan Pemerintah (PP) No.9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Uasaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergerak di sektor moneter dan sektor riil.
BAB 2
1.PENGERTIAN KOPERASI
Seringkali orang mendefinisikan koperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip koperasi atau serangkaina prinsip koperasi, terutama prinsip-prinsip koperasi yang diterapkan oleh pelopor dari Rochdale, Raiffeisen, Schulze D, dan juga oleh konsepsi-konsepsi lain. Sementara prinsip-prinsip koperasi itu, di satu pihak, memuat sejumlah nilai, norma, dan tujuan konkrit, yang tidak harus diketemukan pada semua koperasi. Di lain pihak, prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip pengembangan organisasi dan pedoman-pedoman kerja yang pragmatis, yang hanya berhasil diterapkan pada keadaan tertentu saja. Prinsip-prinsip koperasi dapat digunakan sebagai petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pengembangan organisasi koperasi dan gerakan koperasi tertentu. Namun, prinsip-prinsip tersebut biasanya bukan merupakan kriteria yang berguna bagi pembuatan definisi ilmiah mengenai organisasi koperasi yang berlaku secara universal. Prinsip-prinsip koperasi itu merupakan sumber dari norma-norma hukum yangdianut setiap koperasi, dan karenanya, seringkali pengertian koperasi diartikan menurut hukum dan didaftarkan sebagai organisasi koperasi menurut Undang-Undang Koperasi di berbagai negara. Jadi, jika dikaitkan dengan pengertian 'koperasi menurut hukum' maka dapat terjadi di suatu negara tertentu, tidak semua organisasi koperasi didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Koperasi. Lebih jauh lagi, Undang-Undang Koperasi dari berbagai negara dapat menggunakan kriteria yang berbeda untuk merumuskan definisi koperasi menurut hukum, sebagai persyaratan bagi pendaftaran suatu organisasi koperasi.
Biasanya koperasi dikaitkan dengan upaya kelompok-kelompok individu, yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum atau sasaran-sasaran konkritnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomis, yang dilaksanakan secara bersama bagi kemanfaatan bersama.Pengertian koperasi juaga dapat dilakukan dari pendekatan asal yaitu kata koperasi berasal dari bahasa Latin "coopere", yang dalam bahasa Inggris disebut cooperation. Co berarti bersama dan operation berarti bekerja, jadi cooperation berarti bekerja sama. Dalam hal ini, keraja sama tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama.
Terminologi koperasi yang mempunyai arti "kerja sama", atau paling tidak mengandung makna kerja sama, sangat banyak dan bervariasi dalam berbagai bidang. Terdapat kerja sama dalam bidang ekonomi yang disebut "Economic Cooperation" atau kerja sama dalam kelompok manusia yang disebut "Cooperative Society".
Berikut ini disajikan beberapa definisi koperasi.
Definisi ILO
Definisi koperasi yang lebih detil dan berdampak internasional diberikan oleh ILO (International Labour Organization) sebagai berikut.
3.PRINSIP-PRINSIP KOPERASI
1.KONSEP KOPERASI
Munkner dari University of Marburg, Jerma Barat membedakan konsep koperasi menjadi dua: konsep koperasi barat dan konsep koperasi sosialis . Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pada dasarnya, perkembangan konsep-konsep yang ada berasal dari negara-negara barat dan negara-negara berpak
1.1.Konsep Koperasi Barat
Konsep koperasi barat menyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Persamaan kepentingan tersebut bisa berasal dari perorangan atau kelompok. Kepentingan bersama suatu kelompok keluarga atau kelompok kerabat dapat diarahkan untuk membentuk atau masuk menjadi anggota koperasi.
Jika dinyatakan secara negatif, maka koperasi dalam pengertian tersebut dapat dikatakan sebagai "organisasi bagi egoisme kelompok". Namun demikian, unsur egoistik ini diimbangi dengan unsur positif sebagai berikut.
- Keinginan individual dapatdipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama anggota, dengan saling membantu dan saling menguntungkan.
- Setiap individu dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama.
- Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati.
- Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi.
- Promosi kegiatan ekonomi anggota.
- Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan sumber daya manusia(SDM), pengembangan keahlian untuk bertindak sebagai wirausahawan, dan kerjasama antarkoperasi secara horizontal dan vertikal.
Dampak tidak langsung koperasi terhadap anggota hanya dapat dicapai, bila dampak langsungnya sudah diraih. Dampak koperasi secara tidak langsung adalah sebagai berikut.
- Pengembangan kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan.
- Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil, misalnya inovasi teknik dan metode produksi.
- Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dengan pemberian harga yang wajar antara produsen dengan pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama pada koperasi dan perusahaan kecil.
1.2.Konsep Koperasi Sosialis
Konsep koperasi sosialis menyatakan bahwa koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah, dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional .
Sebagai alat pelaksana daari perencanaan yang ditetapkan secara sentral, maka koperasi merupakan bagian dari suatu tata administrasi yang menyeluruh, berfungsi sebagai badan yang turut menentukan kebijakan publik, serta merupakan badan pengawasan dan pendidikan. Peran penting lain koperasi ialah sebagai wahana untuk mewujudkan kepemilikan kolektif sarana produksi dan untuk mencapai tujuan sosial politik. Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.
1.3.Konsep Koperasi Negara Berkembang
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Munkner hanya membedakan koperasi berdasar konsep barat dan konsep sosialis. Sementara itu di dunia ketiga, walaupun masih mengacu kepada kedua konsep tersebut, namun koperasinya sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Campur tangan ini memang dapat dimaklumi karena apabila masyarakat-dengan kemampuan sumber daya manusia dan modalnya yang terbatas-dibiarkan dengan inisiatif sendiri untuk membentuk koperasi, maka koperasi tidak akan pernah tumbuh dan berkembang. Sehingga, pengembangan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia dengan top down approach pada awal pembangunanya dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan perkembangan pembangunan di negara tersebut. Dengan kata lain, penerapan pola top down harus diubah secara bertahap menjadi bottom up approach. Hal ini dimaksudkan agar rasa memiliki (sense of belonging) terhadap koperasi oleh anggota semakin tumbuh, sehingga para anggotanya akan secara sukarela berpartisipasi aktif. Apabila hal seperti tersebut dapat dikembangkan, maka koperasi yang benar-benar mengakar dari bawah akan tercipta, tumbuh, dan berkembang.
Adanya campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan koperasi di Indonesia membuatnya mirip dengan konsep sosialis. Perbedaannya adalah, tujuan koperasi dalam konsep sosialis adalah untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif, sedangkan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia, tujuannya adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
2.LATAR BELAKANG TIMBULNYA ALIRAN KOPERASI
Perbedaan aliran dalam koperasi berkaitan erat dengan faktor ideologi dan pandangan hidup (way of life) yang dianut oleh negara dan masyarakat yang bersangkutan. Secara garis besar, ideologi negara-negara di dunia ini dapat dikelompokkan menjadi 3.
- Liberalisme/kapitalisme
- Sosialisme
- Tidak termasuk liberalisem maupun sosialisme
2.1.Keterkaitan Ideologi, Sistem Perekonomian & Aliran Koperasi
Perbedaan ideologi suatu bangsa akan mengakibatkan perbedaan sistem perekonomiannya dan tentunya aliran koperasi yang dianutpun akan berbeda. Sebaliknya, setiap sistem perekonomian suatu bangsa juga akan menjiwai ideologi bangsanya dan aliran koperasinya pun akan menjiwai sistem perekonomian dan ideologi bangsa tersebut. Hubungan masing-masing ideologi, sistem perekonomian dengan aliran koperasi dapat dilihat sebagai berikut.

Aliran Koperasi
Dengan mengacu pada keterkaitan ideologi dan sistem perekonomian di suatu negara, maka secara umum aliran koperasi yang dianut oleh berbagai negara di dunia dapat dikelompokkan berdasarkan peran gerakan koperasi dalam sistem perekonomian dan hubungannya dengan pemerintah. Paul Hubert Casselman membaginya menjadi 3 aliran.
- Aliran Yardstick
- Aliran Sosialis
- Aliran Persemakmuran (Commonwealth)
Aliran ini pada umumnya dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut sistem perekonomian liberal. Menurut aliran ini, koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan, dan mengoreksi berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Walaupun demikian, aliran ini menyadari bahwa organisasi koperasi sebenarnya kurang berperan penting dalam masyarakat, khususnya dalam sistem dan struktur perekonomiannya.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat netral. Hal ini berarti, pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah memperlakukan koperasi dengan swasta secara seimbang dalam pengembangan usaha. Jadi, maju tidaknya koperasi tetap terletak di tangan anggota koperasi sendiri.
Pengaruh aliran ini cukup kuat, terutama di negara-negara barat dimana industri berkembang dengan pesat di bawah sistem kapitalisme, seperti Amerika Serikat, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda, dan lain-lain.
Aliran Sosialis
Lahirnya aliran ini tidak terlepas dari berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Karena itu, pada abad XIX, pertumbuhankoperasi di negara-negara barat sangat didukung oleh kaum sosialis. Menurut aliran ini, koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, di samping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
Akan tetapi dalam perkembangannya, kaum sosialis kurang berhasil memanfaatkan koperasi bagi kepentingan mereka. Kemudian, kaum sosialis yang diantaranya berkembang menjadi kaum komunis mengupayakan gerakan koperasi sebagai alat sistem komunis itu sendiri. Koperasi dijadikan sebagai alat pemerintahan dalam menjalankan program-programnya. Daalam hal ini, otonomi koperasi menjadi hilang. Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia.
Aliaran Persemakmuran
Aliran Persemakmurran (commonwealth) memandang koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan starategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat. Mereka yang menganut aliran ini berpendapat bahwa, untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi rakyat-terutama yang berskala kecil-akan lebih mudah dilakukan apabila melalui organisasi koperasi. Menurut aliran ini, organisasi ekonomi sistem kapitalis masih tetap dibiarkan berjalan, akan tetapi tidak menjadi sokuguru perekonomian. Koperasi untuk mencapai kemakmuran masyarakat yang adil dan merata di mana koperasi memegang peranan yang utama dalam struktur perekonomian masyarakat.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat "kemitraan (partnership)", dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
Dengan demikian, pemerintah harus terus berupaya untuk menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dan pertumbuhan koperasi di tengah-tengah masyarakat. Kendati demikian, otonomi koperasi dalam aliran ini tetap dipertahankan.
3.SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI
Sejarah Lahirnya Koperasi
Koperasi modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di kota Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat revolusi industri. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini menimbulkan kesempatan kerja bagi anggota yang belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah.
Perkembangan koperasi di Rochdale sangat mempengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada tahun 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit. Pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS). Pada tahun 1945, CWS berhasil mempunyai lebih kurang 200 pabrik dengan 9.000 orang pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan-perwakilan di luar negeri seperti di New York, Kopenhagen, Hamburg, dan lain-lain.
Pada tahun 1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan, berupa surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News.
The women's Cooperative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan koperasi, di samping memperjuangkan hak-hak kaum wanita sebagai ibu rumah tangga, warga negara, dan sebagai konsumen. Beberapa tahun kemudian, koperasi memulai kegiatan di bidang pendidikan dengan menyediakan tempat membaca surat kabar dan perpustakaan. Perpustakaan koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di Inggris, sekaligus digunakan untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf. Kemudian Women Skill Guild Youth Organization membentuk sebuah pusat yaitu Cooperative Union. Pada tahun 1919, didirikanlah Cooperative College di Manchester yang merupakan lembaga pendidikan tinggi koperasi pertama.
Revolusi industri di Perancis juga mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu menghadapi serangan industri Inggris, Perancis berusaha mengganti mesin-mesin yang digunakan dengan mesin-mesin modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran. Kondisi inilah yang mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Perancis seperti Charles Fourier dan Louis Blanc.
Charles Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat dengan membentuk fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400 keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 3 mil yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bersama, dan dikelilingi oleh tanah pertanian seluas lebih kurang 150 hektar. Di dalamnya terdapat juga usaha-usaha kerajinan dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengurus perkampungan ini dipilih dari para anggotanya. Cita-cita Fourier tidak berhasil dilaksanakan karena pengaruh liberalisme yang sangat besar pada waktu itu.
Louis Blanc (1811-1880) dalam bukunya Organization Labour menyusun gagasannya lebih konkrit, dengan mangatakan bahwa persaingan merupakan sumber keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral, kejahatan, krisis industri, dan pertentangan nasional. Untuk menngatasinya, perlu didirikan social work-shop (etelier sociaux). Dalam perkumpulan ini, para produsen perorangan yang mempunyai usaha yang sama disatukan. Dengan demikian, perkumpulan ini mirip dengan koperasi produsen. Pada tahun 1884, kaum buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk melaksanakan gagasan Louis Blanc untuk mendirikan koperasi, tetapi koperasi ini kemudian bangkrut. Disamping negara-negara tersebut, koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori Ferdinan Lasalle, Friedrich W Raiffesen (1818-1888), dan Herman Schulze (1808-1883) di Denmark dan sebagainya.
Dalam perjalanan sejarah, koperasi tumbuh dan berkembang keseluruh dunia di samping badan usaha lainnya. Setengah abad setelah pendirian Koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi di berbagai negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk International Cooperative Alliance (ICA- Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.
Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia
Menurut Sukoco dalam bukunya "Seratus Tahun Koperasi di Indonesia" badan hukum koperasi pertama di Indonesia adalah sebuah koperasi di Leuwiliang, yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.Pada hari itu, Raden Ngabei Ariawiriaatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang, yang di kala itu merajalela. Bank Simpan-Pinjam tersebut, semacam Bank Tabungan jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, diberi nama "De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden". Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan Bank Simpan Pinjam para "priyayi" Purwokerto. Dalam bahasa Inggris (bagi generasi pasca bahasa Belanda) sama dengan 'the Purwokerto Mutual Loan and Savings Bank for Native Civil Servants". Para pegawai (punggawa atau ambtenaar) pemerintah kolonial Belanda biasa disebut "priyayi", sehingga banknya disebut sebagai "bank priyayi". "Gebrakan" Patih Wiriaatmadja ini mendapat dukungan penuh Asisten Residen Purwokerto E.Sieburg, atasan sang Patih. (sumber: Penjelasan darii Ir. Hadianto Martosubroto, M.Sc, Ketua Perkumpulan 'trah' Raden Ariawiriaatmadja, Jakarta, 1995).
Tidak lama kemudian, E.Sieburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode yang baru datang dari negeri Belanda, dan ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredit bagi petani melalui konsep koperasi Raiffesien. Koperasi tersebut adalah koperasi kredit pertanian yang dicetuskan Friedrich Wilhelm Raiffesien, Jerman, dan dipelajari de Wolf van Westerrode selama ia cuti di negeri itu. De Wolf van Westerrode memperluas lingkup dan jangkauan "De Poerwokerosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden" sampai ke desa-desa dan mancakup pula kredit pertanian, sehingga pada tahun 1896 berdirilah "De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouw Creditbank" atau Bank Simpan dan Kredit Pertanian Puwokerto. Dalam rangka pelaksanaan Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian tersebut dan sekaligus sebagai perwujudan gagasan membangun koperasi, maka didirikanlah Lumbung-Lumbung Desa di pedesaan Purwokerto. Lumbung desa adalah lembaga simpan-pinjam para petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natura (simpan padi, pinjam uang). Maklum, satu abad yang silam uang (tunai) teramat langka di pedesaaan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa Patih Wiriaatmadja telah mendirikan "De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden" alias "bank priyayi" pada tahun 1895. Kemudian pada tahun 1896, atas prakasa de Wolf van Westerrode berdirilah "De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwcredit Bank" beserta Lumbung-lumbung Desa"-nya. Namun, benarkah bank priyayi serta Lumbung-lumbung Desa merupakan perintis koperasi?
Perlu diingat bahwa Indonesia baru mengenal perundang-undangan koperasi pada tahun 1915, yaitu dengan diterbitkannya "Verordening op de Cooperative Vereninging", Kononklijk besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No.431. Peraturan tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang Koperasi Negeri Belanda menurut Staatsblad tahun 1876 No.277. Jadi, karena perundang-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895 badan hukum koperasi belum dikenal di Indonesia.
Pada tahun 1920,diadakan Cooperative Commissie yang diketuai oleh Dr. JH. Boeke sebagai Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugas untuk menyelidiki,apakah koperasi bermanfaat di Indonesia. Hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan September 1921, dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada tahun 1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan tentang Koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk menggiatkan pergerakan koperasi yang diatur menurut Peraturan Koperasi 1927, pada akhir tahun 1930 didirikanlah Jawatan Koperasi. Jawatan Koperasi waktu itu dipimpin oleh Prof. J.H. Boeke. sejak lahirnya, Jawatan Koperasi (1930-1934) masuk dalam lingkungan Departemen BB (Departemen Dalam Negeri). Kemudian pada tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke Departemen EZ. (Departemen Kehakiman).
Pada tanggal 12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi,serta menganjurkan diadakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Dalam proses perjuangan gerakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangan dan pendidikan bagi anggota koperasi. Di Jawa Barat, didirikan Bank Propinsi Jawa Barat yang dimaksudkan untuk mangadakan pemusatan usaha dalam jasa keuangan bagi gerakan kopearasi di Jawa Barat.
Pada tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.140 tentang Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sejak saat itu, langkah-langkah mempolitikan koperasi mulai tampak.
Pada tahun 1965, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.14 tahun 1965, di mana prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di Jakarta, yang merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksanaan UU. baru. Perlu diketahui bahwa, pada tahun yang sama pula terjadi pemberontakan Gerakan Tiga Puluh September yang digerakkan Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI), yang berpengaruh besar terhadap perkembangan koperasi.
Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tanggal 18 Desember 1967. Dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi. Keharusan menyesuaikan diri dengan UU tersebut mengakibatkan penurunan jumlah koperasi, dari sebesar 64.000 unit (45.000 di antaranya telah berbadan hukum) tinggal menjadi 15.000 unit. Selebihnya tidak dapat menyesuaikan diri. Pada tahun 1992, UU No.12 Tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU.No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Di samping UU.No.25 tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Pearaturan Pemerintah (PP) No.9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Uasaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergerak di sektor moneter dan sektor riil.
BAB 2
1.PENGERTIAN KOPERASI
Seringkali orang mendefinisikan koperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip koperasi atau serangkaina prinsip koperasi, terutama prinsip-prinsip koperasi yang diterapkan oleh pelopor dari Rochdale, Raiffeisen, Schulze D, dan juga oleh konsepsi-konsepsi lain. Sementara prinsip-prinsip koperasi itu, di satu pihak, memuat sejumlah nilai, norma, dan tujuan konkrit, yang tidak harus diketemukan pada semua koperasi. Di lain pihak, prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip pengembangan organisasi dan pedoman-pedoman kerja yang pragmatis, yang hanya berhasil diterapkan pada keadaan tertentu saja. Prinsip-prinsip koperasi dapat digunakan sebagai petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pengembangan organisasi koperasi dan gerakan koperasi tertentu. Namun, prinsip-prinsip tersebut biasanya bukan merupakan kriteria yang berguna bagi pembuatan definisi ilmiah mengenai organisasi koperasi yang berlaku secara universal. Prinsip-prinsip koperasi itu merupakan sumber dari norma-norma hukum yangdianut setiap koperasi, dan karenanya, seringkali pengertian koperasi diartikan menurut hukum dan didaftarkan sebagai organisasi koperasi menurut Undang-Undang Koperasi di berbagai negara. Jadi, jika dikaitkan dengan pengertian 'koperasi menurut hukum' maka dapat terjadi di suatu negara tertentu, tidak semua organisasi koperasi didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Koperasi. Lebih jauh lagi, Undang-Undang Koperasi dari berbagai negara dapat menggunakan kriteria yang berbeda untuk merumuskan definisi koperasi menurut hukum, sebagai persyaratan bagi pendaftaran suatu organisasi koperasi.
Biasanya koperasi dikaitkan dengan upaya kelompok-kelompok individu, yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum atau sasaran-sasaran konkritnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomis, yang dilaksanakan secara bersama bagi kemanfaatan bersama.Pengertian koperasi juaga dapat dilakukan dari pendekatan asal yaitu kata koperasi berasal dari bahasa Latin "coopere", yang dalam bahasa Inggris disebut cooperation. Co berarti bersama dan operation berarti bekerja, jadi cooperation berarti bekerja sama. Dalam hal ini, keraja sama tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama.
Terminologi koperasi yang mempunyai arti "kerja sama", atau paling tidak mengandung makna kerja sama, sangat banyak dan bervariasi dalam berbagai bidang. Terdapat kerja sama dalam bidang ekonomi yang disebut "Economic Cooperation" atau kerja sama dalam kelompok manusia yang disebut "Cooperative Society".
Berikut ini disajikan beberapa definisi koperasi.
Definisi ILO
Definisi koperasi yang lebih detil dan berdampak internasional diberikan oleh ILO (International Labour Organization) sebagai berikut.
"Cooperative defined as an association of persons usually of limited means, who have voluntarily joined together to achieve a common economic end through the formation of a democratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking".
Dalam definisi ILO tersebut, terdapat 6 elemen yang dikandung koperasi sebagai berikut.
- Koperasi adalah perkumpulan orang-orang (association of persons).
- Penggabungan orang-orang tersebut berdasar kesukarelaan (voluntarily joined together).
- Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai (to achieve a common economic end).
- Koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis (formation of a democratically controlled business organization).
- Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan (making equitable contribution to the capital required).
- Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang (accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking).
Definisi Chaniago
Arifinal Chaniago (1984) mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Definisi Hatta
Definisi tersebut sebelumnya agak berbeda dengan apa yang dikemukakan Moh. Hatta. "Bapak Koperasi Indonesia" ini mendefinisikan koperasi lebih sederhana teteapi jelas, padat, dan ada suatu visi dan misi yang dikandung koperasi. Dia mengatakan, "Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan 'seorang buat semua dan semua buat seorang'."
Definisi Munkner
Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong-menolong yang menjalankan "urusniaga" secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial seperti yang dikandung gotong royong.
2.TUJUAN KOPERASI
Dalam UU. No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 3 disebutkan bahwa, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatananperekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan koperasi tersebut masih bersifat umum. Karena itu, setiap koperasi perlu menjabarkannya ke dalam bentuk tujuan yang lebih operasional bagi koperasi sebagai badan usaha. Tujuan yang jelas dan dapat dioperasikan akan memudahkan pihak manajemen dalam mengelola koperasi. Pada kasus anggota juga bertindak sebagai pemilik, pelanggan dan pemodal akan dapat lebih mudah melakukan pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan koperasi, sehingga penyimpangan dari tujuan tersebut akan dapat lebih cepat diketahui.
Dalam tujuan tersebut dikatakan bahwa, koperasi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Peryataan ini mengandung arti bahwa, meningkatkan kesejahteraan anggota adalah menjadi program utama koperasi melalui pelayanan usaha. Jadi, pelayanan anggota merupakan prioritas utama dibandingkan dengan masyarakat umum.
Dengan demikian, keberhasilan koperasi dalam mencapai tujuannya dapat diukur dari peningkatan kesejahteraan anggota. Kesejahteraan bermakna sangat luas dan juga bersifat relatif, karena ukuran sejahtera bagi seseorang dapat berbeda satu sama lain. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas, karena itu kesejahteraan akan terus dikejar tanpa batas.
Keberhasilan koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi anggotanya akan lebih mudah diukur, apabila aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh anggota dilakukan melalui koperasi, sehingga peningkatan kesejahteraannya akan lebih mudah diukur. Dalam pengertian ekonomi, tingkat kesejahteraan itu dapat ditandai dengan tinggi rendahnya pendapatan riil. Apabila pendapatan riil seseorang atau masyarakat meningkat, maka kesejahteraan ekonomi seseorang atau masyarakat tersebut meningkat pula. Berkaitan dengan jalan pikiran tersebut, maka apabila tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka berarti pula tujuan koperasi itu diwujudkan dalam bentuk meningkatnya pendapatan (riil) para anggotanya. Dengan demikian, pengertian kesejahteraan yang bersifat abstrak dan relatif tersebut dapat diubah menjadi pengertian yang lebih konkrit dalam bentuk pendapatan, sehingga pengukurannya dapat dilakukan secara nyata.
Dalam pengertian ekonomi, pendapatan dapat berbentuk pendapatan nominal dan pendapatan riil. Pendapatan nominal adalah pendapatan seseorang yang diukur dalam jumlah satuan uang yang diperoleh. Sedangkan pendapatan riil adalah pendapatan seseorang yang diukur dalam jumlah barang dan jasa pemenuh kebutuhan yang dapat dibeli, dengan membelanjakan pendapatan nominalnya (uangnya). Apabila pendapatan nominal seseorang meningkat, sementara harga-harga barang/jasa tetap (tidak naik), maka orang tersebut akan lebih mampu membeli barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya, yang berarti tingkat kesejahteraannya meningkat pula.
Dalam kondisi seperti ini di Indonesia, di mana pendekatan pembinaan dan pengembangan koperasi dengan top-down-approach, banyak koperasi dengan sejumlah anggota yang kurang mempunyai hubungan ekonomi satu sama lain. Dalam kata lain partisipasi anggota terhadap koperasi nya masih relatif kecil sehingga sukar untuk mengatakan bahwa peningkatan kondisi sosial ekonomi anggota koperasi sebagai keberhasilan dari pada koperasi.
Selanjutnya, fungsi Koperasi untuk 1ndonesia tertuang dalam pasal 4 UU. No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian yaitu:
- Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
- Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
- Memperoleh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya
- Berusalah untuk mewujdkan dan mengembangkan perekonoman nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Prinsip-prinsip koperasi (Cooperative Principles) adalah ketentuan-ketentuan pokok yang berlaku dalam koperasi dan dijadikan sebagai pedoman kerja koperasi. Lebih jauh, prinsip-prinsip tersebut merupakan "rules of the game"dalam kehidupan koperasi. Pada dasarnya, prinsip-prinsip koperasi sekaligus merupakan jati diri atau ciri khas koperasi tersebut. Adanya prinsip koperasi ini menjadikan watak koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan badan usaha lain. Terdapat beberapa pendapat mengenai prinsip-prinsip koperasi. Berikut ini disajikan 7 prinsip koperasi yang paling sering dikutip.
Prinsip Munkner
- Keanggotaan bersifat sukarela
- Keanggotaan terbuka
- Pengembangan anggota
- Indentitas sebagai pemilik dan pelanggan
- Manajemen dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis
- Koperasi sebagai kumpulan orang-orang
- Modal yang berkaitan dengan aspek sosial tidak dibagi
- Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
- Perkumpulan dengan sukarela
- Kebebasan dalam mengambil keputusan dan penetapan tujuan
- Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
- Pendidikan anggota
Prinsip Rochdale
Prinsip-prinsip Rochdale pada awalnya dipelopori oleh 28 koperasi konsumsi di Rochdale, Inggris pada tahun 1944. Prinsip ini menjadi acuan atau tujuan dasar bagi berbagai koperasi di seluruh dunia.
Penyesuaian dilakukan oleh berbagai negara sesuai dengan keadaan koperasi, sosial-budaya, dan perekonomian masyarakat setempat. Adapun unsur-unsur prinsip Rochdale ini menurut bentuk aslinya adalah sebagai berikut.
- Pengawasan secara demokratis
- Keanggotaan yang terbuka
- Bunga atas modal dibatasi
- Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
- Penjualan sepenuhnya dengan tunai
- Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
- Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip koperasi
- Netral terhadap politik dan agama
Freiderich William Raiffeisen (1818-1888) adalah walikota Flammersfelt di Jerman. Keadaan perekonomian yang buruk di Jerman pada saat itu, khususnya dalam bidang pertanian, membuat F.W. Raiffeisen mengembangkan koperasi kredit dan "bank rakyat". Prinsip Raiffeisen adalah sebagai berikut.
- Swadaya
- Daerah erja terbatas
- SHU untuk cadangan
- Tanggung jawab anggota tidak terbatas
- Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
- Usaha hanya kepada anggota
- Keanggotaan atas dasar watak
Di kota lain di jerman, Delitzsch, seseorang ahli hukum yang bernama Herman Schulze (1800-1883)
tertarik untuk memperbaiki kehidupan para pengusaha kecil seperti pengrajin, wirausahawan industri kecil, pedagang eceran, dan jenis usaha lainnya.Upaya yang dilakukan oleh Schulze adalah mengembangkan gagasan koperasi bagi pengusaha kecil. Jadi, dalam periode yang hampir bersamaan , di Jerman ada 2 konsep koperasi yang dikembangkan, yaitu koperasi menurut prinsip-prinsip Raiffeisen di daerah pedesaan, dan koperasi menurut prinsip-prinsip Herman Schulze yang dikembangkan di daerah pinggiran kota. Inti prinsip Herman Schulze adalah sebagai berikut.
- Swadaya
- Daerah kerja tak terbatas
- SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
- Tanggung jawab anggota terbatas
- Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
- Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
ICA (International Cooperative Alliance) yang didirikan pada tahun 1895 merupakan organisasi gerakan koperasi yang tertinggi di dunia. Salah satu tujuan organisasi ini adalah untuk mengembangkan dan memperthankan ide-ide koperasi di antara negara-negara anggotanya. Dalam kegiatannya, ICA selalu mendiskusikan prinsip-prinsip koperasi yang berlaku dan disesuaikan dengan keadaan perekonomian, sosial, dan politik yang berkembang pada saat itu.
Dari hasil-hasil sidang ICA (di London pada tahun 1934; di Paris pada tahun 1937; di Praha pada tahun 1948; di Bournemouth pada tahun 1963; dan di Wina pada tahun 1966) dapat disimpulkan bahwa, prinsip-prinsip koperasi yang mengacu pada prinsip-prinsip Rochdale selalu ada berubah dan penerapannya disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Sidang ICA di Wina pada tahun 1966 merumuskan prinsip-prinsip koperasi dirinci sebagai berikut.
- Kenaggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
- Kepemimpinan yang demokrasi atas dasar satu orang satu suara
- Mooodal menerima bunga yang terbatas, itupun bila ada
- SHU di bagi 3 (sebagian untuk cadangan, sebagian untuk masyarakat, dan sebagian untuk dibagikan kembali kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing)
- Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
- Gerakan koperasi harus melaksanakan kerja sama yang erat, baik di tingkat regional, nasional, maupun inernasional
UU No.12 tahun 1967
Jika dilihat dari sejarah perundang-undangan koperasi Indonesia, maka sejak Indonesia merdeka sudah ada 4 UU yang menyangkut perkoperasian, yaitu UU No.79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi, UU No.14 tahun 1965, UU No.12 tahun1967 tentang Pokok=Pokok Perkoperasian, dan UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Di Indonesia, prinsip-prinsip koperasi juga disebut sendi-sendi dasar koperasi. Dalam UU No.12 tahun 1967, istilah yang digunakan adalah "sendi-sendi dasar" koperasi, sedangkan dalam UU No.25 tahun 1992 disebut prinsip koperasi. Sama halnya seperti negara lain, koperasi Indonesia juga mengadopsi sebagian prinsip Rochdale dan atau prinsip ICA. Di Indonesia, prinsip-prinsip koperasi ini mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan kondisi sosial, politik, dan ekonomi Indonesia
. Perubahan prinsip-prinsip ini seiring dengan perubahan undang-undang yang mengatur
perkoperasian. Walaupun demikian, nilai-nilai dasar dan cita-cita koperasi tidak banyak mengalami perubahan, kecuali UU No.14 tahun 1965 yang misi dan jiwanya didominasi pola pikir komunis. Prinsip-prinsip atau sendi-sendi dasar koperasi menurut UU No.12 tahun 1967,adalah sebagai berikut
- Sifatkeanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
- Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi
- Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
- Adanya pembatasan bunga atas modal
- Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
- Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
- Swadaya, swakarta, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
Prinsip-prinsip koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 dan yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut.
- Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
- Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
- Pembagian SHU dilakukan secaraa adil sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
- Pemberian batas jasa yang terbatas terhadap modal
- Kemandirian
- Pendidikan perkoperasian
- Kerja sama antar koperasi
BAB 3
1.PERANGKAT ORGANISASI
James A.F Stoner mendefinisikan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pekerjaan untuk mengkoordinasikan sumber daya manusia dan sumber daya modal yang dimiliki oleh oleh organisasi disebut Pengorganisasian (organizing), dan dilakukan oleh seorang manajer. Struktur organisasi dapat diartikan sebagai susunan dan hubungan antarkomponen dan antarposisi dalam suatu perusahaan. Struktur organisasi menunjukkan hierakhi organisasi dan struktur wewenang, serta memperlihatkan aliran pelaporannya. Selain itu, struktur organisasi memberikan stabilitas dan kelanjutan hidup organisasi, walaupun sumber daya manusia di dalamnya silih berganti.
Koperasi sebagai sebuah organisasi mempunyai ciri-ciri yang unik, yang membedakannya dengan yang lain. Berikut ini akan dibahas beberapa pendapat mengenainya.
Organisasi Koperasi Menurut Hanel
Menurut Hanel, organisasi koperasi diartikan sebagai suatu sistem sosial ekonomi atau sosial teknik, yang terbuka dan berorientasi pada tujuan. Dudukan dan kekuatan hukum Rapat Anggota menjamin segala perbuatan dan akibat hukum, yang dilakukan oleh para pengelola sebagai pemegang mandat dari anggota dalam hubungannya dengan anggota dan pihak lain maupun badan usaha lain. Fungsi dan wewenang yang dimiliki Rapat Anggota sangat menentukan, sehingga menempatkannya pada kedudukan semacam lembaga legislatif pada koperasi. Hali itu ditegaskan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 yang menyebut bahwa, Rapat Anggota menetapkan.
- Anggaran dasar
- Kebijaksanaan umum dibidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi
- Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas
- Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan
- Pengesahan pertanggung jawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya
- Pembagian sisa hasil usaha
- Penggabungan, peleburan, pendirian, dan pembubaran koperasi
dalam operasionalisasi keputusan-keputusan yang dihasilkan Rapat Anggota.
Pengurus
Pengurus adalah perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota, yang bertugas mengelola organisasi dan usaha. Idealnya, pengurus koperasi sebagai perwakilan anggota diharapkan mempunyai kemampuan manajerial, teknis, dan berjiwa wirakoperasi, sehingga pengelolaan koperasi mencerminkan suatu ciri yang dilandasi dengan prinsip-prinsip koperasi. Kedudukan pengurus sebagai penerima mandat dari pemilik koperasi dan nmempunyai fungsi dan wewenang sebagai pelaksana keputusan rapat anggota sangat strategis dan menentukan maju mundurnya koperasi. Posisi yang menentukan tersebut merupakan pengejawantahan tugas dan wewenang pengurus, yang ditetapkan dalam undang-undang, Anggaran Dasar/ANggaran Rumah Tangga, dan peraturan lainnya yang berlaku dan diputuskan oleh Rapat Anggota. Pasal 29 ayat (2) UU. Koperasi no.25 tahun 1992 menyebutkan, bahwa "Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota".
Pasal 30 merinci tugas dan wewenang pengurus koperasi.
-) Pengurus bertugas
- Mengelola koperasi dan usahanya
- Mengajukan rancangan rencana kerja serta anggaran pendapatan dan belanja koperasi
- Menyelenggarakan Rapat Anggota
- Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
- Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan investasi secara tertib
- Memelihara buku daftar anggota dan pengurus
-) Pengurus berwewenang
- Mewakili koperasi di dalam dan luar pengadilan
- Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar
- Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota
Perangkat koperasi yang ketiga, pengawas, adalah perangkat organisasi yang dipilih dari anggota dan diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Pengawas organisasi koperasi merupakan suatu lembaga atau badan struktural organisasi koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi, sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga koperasi, keputusan pengurus, serta peraturan lainnya yang berlaku di dalam koperasi.
Menurut UU. No.25 Tahun 1992 pasal 39 ayat (1), pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Sedangkan ayat (2) menyatakan pengawas berwenang untuk meneliti segala catatan yang ada pada koperasi, dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
Pengelola
Pengelola koperasi adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan profesional. Karena itu, kedudukan pengelola adalah sebagai pegawai atau karyawan yang diberi kuasa dan wewenang oleh pengurus. Dengan demikian, di sini berlaku hubungan perikatan dalam bentuk perjanjian ataupun kontrak kerja. Jumlah pengelola dan ukuran struktur organisasinya sangat tergantung pada besarnya usaha yang dikelola.
2.MANAJEMEN KOPERASI
Watak manajemen koperasi ialah gaya manajemen partisipatis. Pola umum manajemen koperasi yang partisipatif tersebut menggambarkan adanya interaksi antarunsur manajemen koperasi.
Terdapat pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap unsur manajemen mmempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda, kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared decision areas). Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen koperasi adalah sebagai berikut:
- Rapat Anggota, merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kebijakan yang sifatnya sangat strategis dirumuskan dan ditetapkan pada forum Rapat Anggota. Umumnya, Rapat Anggota diselenggarakan sekali satahun.
- Pengurus, dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan demikian, pengurus dapat dikatakan sebagai pemegang kuasa Rapat Anggota dalam mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan Rapat Anggota. Penguruslah yang mewujudkan arah kebijakan strategis yang menyangkut organisasi maupun usaha.
- Pengawas, mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh pengurus. Pengawas dipilih dan diberhentikan oleh Rapat Anggota. Oleh sebab itu, dalam struktur organisasi koperasi, posisi pengawas dan pengurus adalah sama.
- Pengelola, adalah tim manajemen yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus, untuk melaksanakan teknis operasional di bidang usaha. Hubungan pengelola usaha (managing dirtector) dengan pengurus koperasi adalah hubungan kerja atas dasar perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja.
BAB 4
1.TAHAPAN PENDIRIAN KOPERASI
Secara rinci, tahapan pendirian koperasi adalah sebagai berikut.
- Dua orang atau lebih yang mewakili kelompok masyarakat atau yang sering disebut sebagai pemrakarsa, menghubungi Kantor Koperasi di Tingkat II (Kabupaten atau Kotamadya) untuk mendapatkan penjelasan awal mengenai persyaratan dan tata cara mendirikan koperasi.
- Selanjutnya, pemrakarsa mengajukan proposal yang berisi tentang potensi ekonomi anggota, jenis usaha yang akan dikembangkan, dasar pembentukan koperasi, dan sekaligus mengajukan permohonan ke pejabat Kantorr Koperasi.
- Atas dasar permohonan pada butir 2, pejabat Kantor Koperasi memberikan penyuluhan yang intinya antara lain berisi tentang pengertian koperasi, tujuan dan manfaat berkoperassi, hak dan kewajiban anggota, dan peraturan lainnya.
- Penyuluhan dan rapat pembentukan koperasi diharapkan dihadiri minimal 20 orang calon-calon anggota koperasi.
- Sejak rapat pembentukan tersebut, koperasi telah dapat menjalankan aktivitas usahanya
- Pengurus mengajukan permohonan pengesahan koperasi sebagai badan hukum ke Kantor Koperasi setempat.
- Pejabat Kantor Koperasi setempat melakukan verifikasi dan penelitian atas kebenaran data-data yang diajukan oleh pengurus koperasi tersebut. Apabila seluruh data yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku dan menurut pengamatan koperasi tersebut menunjukkan prospek pengembangannya, maka pejabat Kantor Koperasi setempat segara melakukan pencatatan. Kemudian dalam waktu paling lambat 3 bulan, pejabat Kantor Koperasi menyerahkan akta Badan Hukum koperasi tersebut kepada pengurus.
- Untuk koperasi primer atau sekunder yang wilayah operasinya lebih dari dua daerah tingkat II, maka Kantor Koperasi tingkat II menyerahkannya kepada pejabat Kantor Wilayah Departemen Koperasi di tingkat I (Propinsi) untuk diverifikasi ataupun diteliti kebenaran data-data koperasi yang diajukan.
- Selanjutnya, apabila seluruh data yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku, maka akta Badan Hukum tersebut disampaikan kepada pejabat Kantor Koperasi tingkat II, untuk diteruskan kepada koperasi yang bersangkutan.
2.RINCIAN PERSYARATAN PEMBENTUKAN KOPERASI
Menurut UU. No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Bab IV, pasal 6 sampai dengan 8, rincian syarat-syarat pembentukan koperasi adalah sebagai berikut.
-) Persyaratan pembentukan koperasi didasarkan atas bentuk koperasi yang akan dibentuk (koperasi primer atau koperasi sekunder).
-) Pembentukan koperasi primer memerlukan minimal 20 orang anggota. Sedangkan keanggotaan koperasi sekunder adalah badan hukum koperasi, minimal 3 koperasi.
-) Koperasi yang akan dibentuk harus berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.
-) Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang membuat anggaran dasar.
-) Anggaran Dasar Koperasi minimal harus memuat beberapa hal berikut ini.
Menurut UU. No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Bab IV, pasal 6 sampai dengan 8, rincian syarat-syarat pembentukan koperasi adalah sebagai berikut.
-) Persyaratan pembentukan koperasi didasarkan atas bentuk koperasi yang akan dibentuk (koperasi primer atau koperasi sekunder).
-) Pembentukan koperasi primer memerlukan minimal 20 orang anggota. Sedangkan keanggotaan koperasi sekunder adalah badan hukum koperasi, minimal 3 koperasi.
-) Koperasi yang akan dibentuk harus berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.
-) Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang membuat anggaran dasar.
-) Anggaran Dasar Koperasi minimal harus memuat beberapa hal berikut ini.
- Daftar nama pendiri
- Nama dan tempat kedudukan
- Maksud dan tujuan sertabidang usaha yang akan dilakukan
- Ketentuan mengenai keanggotaaan
- Ketentuan mengenai rapat anggota
- Ketentuan mengenai pengelolaan
- Ketentuan mengenai permodalan
- Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
- Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha
- Ketentuan mengenai sanksi
Langkah-langkah dalam mendirikan koperasi harus sesuai dengan "Pedoman Tata Cara Mendirikan Koperasi" yang dikeluarkan oleh Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah tahun 1998.
- Dasar pembentukan
- Persiapan pembentukan koperasi
- Rapat pembentukan
- Pengajuan permohonan untuk mendapatkan pengesahan Hak Badan Hukum Koperasi
- Pendaftaran koperasi sebagai Badan Hukum
- Pengesahan akte pendirian
4.DASAR PEMBENTUKAN KOPERASI
Orang atau masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus memahami maksud dan tujuan koperasi, serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mereka. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan koperasi adalah sebagai berikut.
- Orang-orang yang mendirikan dan yang menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama. Hal ini mengandung arti bahwa, tidak setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa adanya kejelasan kegiatan atau kepentingan ekonominya. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi tersebut tidak dalam keadaan cacat hukum, yaitu tidak sedang menjalani, perdata maupun pidana.
- Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa, usaha tersebut akan dikelola secaraefisien dan mampu menghasilkan keuntungan usaha dengan memperhatikan faktor-faktor tenaga kerja, modal, dan teknologi
- Modal sendiri harus tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan, tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas, dan pinjaman dari pihak luar.
- Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efisiensi dalam pengelolaan koperasi.
5.PERSIAPAN PEMBENTUKAN KOPERASI
- Orang-orang yang bermaksud mendirikan koperasi terlebih dahulu harus mendapat penerangan dan penyuluhan yang seluas-luasnya dari pejabat Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah. Sasarannya adalah, agar mereka memperoleh pengertian dan kejelasan mengenai maksud dan tujuan pendirian koperasi.
- Disamping hal tersebut di atas, juga sangat baik dilakukan pendidikan atau latihan lebih dahulu bagi sebagian atau seluruh peminat yang akan mendirikan koperasi tersebut. Jika hanya sebagian saja yang dapat memperoleh pendidikan/ latihan, maka mereka itu nantinya diharapkan dapat membrikan penerangan dan penjelasan secukupnya, kepada rekan-rekannya mengenai bidang perkoperasian tadi.
- Setelah dirasa cukup pengertiannya dan dilandasi dengan keyakinan dan kesadaran mereka, tanpa adanya paksaan atau hanya ikut-ikut saja, maka mereka dapat mengadakan rapat pembentukan.
6.BADAN HUKUM KOPERASI
- Para pendiri mengajukan permintaan pengesahan badan hukum kepada Kepala Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (PKM) yang bertempat tinggal/berdomisili di wilayah koperasi yang akan dibentuk, atau kepada Menteri Koperasi, PKM, dalam hal ini Sekertaris Jenderal bagi koperasi primer/koperasi sekunder yang anggotanya bertempat tinggal pada beberapa propinsi sesuai dengan skala usaha koperasi yang bersangkutan.
- Di samping itu pengurus harus telah menyediakan dan mengisi Buku Daftar Anggota dan Buku Pengurus yang merupakan bukti sahnya keanggotaan dan kepengurusan orang-orang yang tercantum, yang telah ditandatangani.
SUMBER: Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, 2001, Koperasi :Teori dan Praktek, Penerbit Erlangga, Jakarta











